Di kalangan bangsa Arab era RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada tiga tokoh yang terkenal cerdik dan pandai, di antaranya Amru bin Ash, Muawiyyah bin Abu Sufyan dan Mughirah bin Syu’bah. Muawiyyah bin Abu Sufyan terkenal pandai dalam memperdaya lawan, ada pun Amru bin Ash adalah orang yang memiliki kecerdasan luar biasa untuk keluar dari situasi sulit. Amru juga bisa menghadapi situasi sulit dengan tenang dan menemukan solusi dalam spontan.
Amru bin Ash bin Wa’il bin Hasyim radhiyallahu ‘anhu, biasa dipanggil Abu Abdullah atau Abu Muhammad. Ibunya bernama Nabighah binti Harmalah.
Ash, ayahnya adalah seorang pemuka Quraisy yang sempat hidup di masa Islam, tapi belum sempat memeluk Islam.
Dari profesi pedagang yang ditekuninya, dia memiliki kesempatan untuk menjelajah ke berbagai daerah, seperti Mesir, Habasyah dan Yaman. Dari perjalanan ini, dia mendapatkan berbagai pengalaman, terutama mengenai cara hidup bermasyarakat, tradisi dan berbagai macam prilaku penduduk daerah yang pernah dia singgahi. Hal inilah yang membuatnya tampil sebagai tokoh yang cendekia, berwawasan luas serta cakap. Selain itu, dia juga terampil dalam berkuda, memanah dan bergulat. Sifatnya berani dan tegar dalam menghadapi berbagai risiko.
Taktik cerdas Amru menaklukkan raksasa Mesir
Saat misi pembebasan Romawi dilakukan oleh Muslimin, perang yang pertama dikomandani Amru bin Ash adalah pembebasan Palestina, termasuk Gaza, Nablus dan Rafah.
Setelah itu, Amru yang memiliki ambisi besar, mengincar penaklukan Mesir dengan resiko yang besar.
Panglima mana yang berani masuk ke negeri Mesir dengan jumlah pasukan kurang dari 4.000 orang untuk melawan tentara Fir’aun yang penduduknya melebihi 10 juta?
Hal yang membuat Amru bin Ash sangat berambisi membebaskan Mesir adalah karena dia sangat tertarik dengan Mesir. Ini disebabkan karena pengalamannya dulu ketika masih berprofesi sebagai pedagang pada masa Jahiliyah. Amru pernah pergi ke Mesir, dia tahu benar akan hasil bumi dan kesuburan tanahnya.
Tekadnya pergi ke Mesir dengan membawa pasukan yang sedikit, menunjukkan bahwa Amru bin Ash adalah seorang yang cerdik. Baginya, keberaniannya itu juga disertai kenyataan bahwa imperium Romawi yang menguasai Mesir telah hilang kekuatannya.
Dengan pasukan berjumlah 3.500 orang, pertama kali dia tiba di Arisy dan membebaskannya. Kemudian membebaskan Farma, lalu Dimyath dan selanjutnya melakukan pengepungan total terhadap kota Bilbis. Pasukan Muslim melancarkan serangan ke kota Bilbis dan berhasil menewaskan sekitar 1.000 pasukan musuh, sementara sisanya melarikan diri dan berlindung kepada Raja Muqauqis.
Dalam menghadapi Raja Muqauqis, Amru bin Ash memilih sikap lunak dengan menjalankan siasat diplomasi. Putri Muqauqis yang berada dalam tawanan Amru bin Ash, dipulangkan kepada bapaknya dengan segala kehormatannya berikut semua harta dan para pelayannya.
Dahulu, Raja Muqauqis pernah memberikan hadiah seorang budak wanita bernama Mariyah Al-Qibthiyah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan beliau menerimanya.
Melihat kedatangan rombongan puterinya, Raja Muqauqis merasa sangat senang. Ini tidak lain menunjukkan kecerdikan Amru bin Ash dalam menjalankan siasat diplomasi dan keluasan wawasannya.
Datangnya penakluk Benteng Babylon
Gambaran Benteng Babylon yang dikelilingi parit.
Benteng Babylon sangatlah kuat. Kalaupun mengepungnya, butuh waktu lama untuk menguasainya. Saat itu, kekuatan pasukan Muslimin hanya 3.500 hingga 4.000 tentara. Kemudian Khalifah Umar bin Khaththabradhiyallahu ‘anhu mengirimkan bala bantuan pasukan sebesar 12.000 personil yang di dalamnya ada Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu.
Di bawah kepemimpinan Amru bin Ash, Zubair bin Awwam mengerahkan pasukannya masuk ke dalam parit-parit yang digali oleh pasukan Kristen-Koptik mengelilingi benteng tersebut.
Zubair bin Awwan terkenal sebagai seorang pemberani. Dengan lantang dia berkata kepada pasukannya, “Sungguh aku telah menyerahkan diriku untuk Allah dan aku berharap Allah memberikan kemenangan atas pengorbananku ini.”
Selanjutnya Zubair bin Awwam mengambil tangga dan menyandarkannya di sisi tembok yang mengelilingi benteng. Dengan cekatan dia menaiki tangga tersebut dan memerintahkan kepada semua pasukannya apa bila mendengar pekik takbirnya, maka semua pasukan harus menjawab takbirnya.
Ketika Zubair bin Awwam berhasil berada di atas tembok benteng, dia bertakbir sambil menghunus pedang.
Sementara tentara Koptik tidak menyangka hal tersebut akan terjadi dan dilakukan oleh orang Arab.
Zubair dan pasukannya menuju pintu gerbang benteng dan membukanya. Tentara Kristen-Koptik kemudian melarikan diri ke Gezirah (Jazirat Ar-Raudhah). Dengan demikian, Benteng Babylon berhasil dikuasai berkat jasa Zubair bin Awwam di bawah komando Amru bin Ash.
Hingga permulaan abad ke-20, sisa-sisa Benteng Baylon masih dapat disaksikan. Sisa-sisa tersebut menunjukkan bentuknya yang megah dan betapa penting keberadaannya waktu itu. Berkat jasa para penganut Kristen-Koptik, benteng tersebut masih terawat. Sebab, dalam kawasan benteng banyak dijumpai gereja-gereja yang sudah ada sejak permulaan Kristen. Hal ini karena tembok benteng sangat kokoh dan kuat, sehingga mereka menggunakannya sebagai tempat berlindung di saat mendapat serangan.
Letak benteng ini sekarang berada di El-Misr El-Gadimah atau sekarang lebih dikenal dengan nama Qashr As-Syumu’ (Istana Lilin). Akan tetapi, benteng tersebut sedikit demi sedikit runtuh sejak Inggris menjajah Mesir.
Pembebasan Alexandria
Selanjutnya Amru bin Ash menulis surat kepada Khalifah Umar, meminta izin untuk melanjutkan ekspedisi pembebasan Iskandaria (Alexadria). Saat surat izin sampai ke tangan Amru bin Ash, dia langsung bergerak bersama pasukannya menuju Alexandria.
Di sana, pasukan Romawi telah berkumpul menyambut kedatangan pasukan Muslimin. Pasukan Amru bin Ash melakukan pengepungan, setelah itu terjadi pertempuran yang berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin.
Setelah berhasil menaklukkan Alexandria, pasukan Amru bin Ash terus bergerak menuju Maroko. Ketika pasukannya sampai di kota Riqqah, penduduknya sepakat membayar jizyah kepada kaum Muslimin.
Perjalanan dilanjutkan menuju Zuwailah dan Tripoli. Saat di Tripoli, Khalifah Umar mengeluarkan perintah untuk menghentikan ekspedisi. Sedangkan kepemimpinan pasukan diserahkan kepada Uqbah bin Nafi’ Al-Fihriradhiyallahu ‘anhu yang sejak semula menjadi panglima perang bagi pembebasan wilayah Maroko dan sekitarnya.
Amru bin Ash kembali ke Fusthat dan bermukim di sana. Fusthat adalah kawasan kuno yang kini berada di pinggiran kota Kairo, Mesir.
Amru bin Ash membangun kota Fusthat dan juga membangun Masjid Jami Amru bin Ash, masjid pertama yang dibangun di Mesir. (P001)
Sumber: 13 Jenderal Islam Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah karya Nabawiyah Mahmud. (P001/R03)
Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)