Kelompok jihad Al Qaeda cabang Yaman melontarkan janji dalam pertempuran multifaksi di Yaman dengan mengatakan pihaknya menawarkan hadiah 20 kilogram emas bagi siapa saja yang dapat membunuh atau menangkap dua musuh terkemukanya dari Syiah, termasuk pemimpin pemberontak yang mengambil alih ibu kota Yaman.
CNN, Kamis (9/4/2015), melaporkan, Al Qaeda di Semenanjung Arab atau AQAP, nama singkatannya dalam bahasa Inggris, yang berbasis di Yaman, dalam siaran pers dan poster tentang orang yang dicari yang disebar secara online, menawarkan hadiah untuk kematian atau penangkapan pemimpin Huthi, Abdelmalik Badreddin Al-Houthi, dan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Jika dikonversi ke mata uang, hadiah emas itu akan bernilai sekitar 774.000 dollar AS atau hampir Rp 10 miliar. AQAP menyebut Al-Houthi dan Saleh sebagai "dua kepala iblis".
AQAP merupakan salah satu dari beberapa faksi yang sedang bertarung untuk mengendalikan Yaman. AQAP yang berakar Islam Sunni merupakan musuh bebuyutan faksi Huthi, yang beraliran Syiah dan secara luas diyakini telah didukung Iran.
Yaman sudah berada dalam kekacauan beberapa minggu sejak pemberontak Huthi, yang merupakan warga minoritas Syiah yang sudah lama mengeluh karena dipinggirkan di negara dengan penduduk mayoritas Sunni itu, menyingkirkan Presiden Yaman Abdu Rabu Mansour Hadi dari kekuasaan pada Januari lalu.
Orang-orang Huthi, bersekutu dengan para petempur yang setia kepada Saleh, sejak itu menghadapi perlawanan tidak hanya dari AQAP, tetapi juga dari sejumlah kelompok, termasuk pasukan yang setia kepada Hadi. Kelompok Huthi juga ditentang Arab Saudi dan negara-negara berpenduduk mayoritas Sunni lainnya, yang bulan lalu memulai serangan udara terhadap para pemberontak itu.
Berdasarkan data PBB, Rabu, setidaknya 540 orang, termasuk 311 warga sipil, telah tewas akibat pertempuran tersebut. Seorang pakar PBB untuk urusan pengungsi mengatakan, negara-negara lain harus mempersiapkan diri untuk "perpindahan besar-besaran" orang Yaman yang mencari keselamatan.
"Masyarakat internasional harus mempersiapkan skenario terburuk," kata Chaloka Beyani, profesor hukum internasional di London School of Economics. "Walau berbagai upaya untuk mencapai solusi diplomatik penting, gambar-gambar di lapangan sangat suram dan tanggapan kemanusiaan harus ditingkatkan sebagai hal yang mendesak."
Sekitar 1.000 orang telah meninggalkan rumah mereka selama dua minggu konflik itu. (Kompas/infoduniamiliter.Com)
Post Comment
Tidak ada komentar: