Tajuk

Lokal

Islam

Barat

Timur

Sejarah

Jumat, 29 April 2016

Mengenal Bundaran Maut di Palestina

YERUSALEM, - Salah satu bundaran di dekat Kota Yerusalem telah menjadi simbol kekerasan yang terjadi antara orang-orang Israel dan Palestina.
Bundaran itu adalah Gush Etzion Junction. Di tempat itu, orang-orang Israel dan Palestina bertemu setiap hari.  Kini, lokasi itu menjadi salah satu tempat paling berbahaya di Tepi Barat.
Banyak insiden mematikan terjadi di lokasi itu sejak Oktober lalu.
"Jadi, di persimpangan ini - setiap batu yang dilemparkan, bendera yang dikibarkan, dan halte bus – dilihat sebagai sebuah serangan teror," kata Daniel Hanson.
Daniel adalah seorang petugas keamanan dwikewarganegaraan Inggris-Israel yang bertugas di permukiman Yahudi di dekat lokasi itu.
Lelaki itu lantas menunjukkan gundukan batu yang di atasnya terpancang bendera Israel. Di termpat itu, kata Daniel, seorang mahasiswi dan seorang tentara cadangan tewas.
Ada supermarket bernama Rami Levi yang terletak di samping bundaran tersebut. Toko ini terlihat ramai dipenuhi warga Israel yang tengah mendorong troli untuk berbelanja.
Namun, banyak warga di sana kini membawa senjata. Baik itu senapan M16 maupun pistol kecil. Senjata itu, menurut Daniel, dibawa terus oleh istrinya dalam tas tangan untuk melindungi diri.
Pendudukan militer Israel di Tepi Barat dan perluasan permukiman seringkali disebut sebagai alasan kemarahan warga Palestina.
Daniel meyakini hasutan seperti itulah yang mendorong meningkatnya berbagai serangan.

"Di televisi Palestina kami menyaksikan sejumlah video dan kartun yang menyerukan agar keluar dan menjadi syahid atau seorang martir, 'pergilah, tusuklah orang Yahudi, tusuklah orang Israel'," kata dia.

"Mereka ingin memuliakan nama mereka, memuliakan Islam," ungkap Daniel lagi.
Eskalasi terbaru dipicu oleh kekhawatiran warga Palestina tentang kompleks Masjid al-Aqsa yang terletak di Kota Tua Yerusalem.
Ini adalah tempat suci bagi umat Muslim, mereka menyebutnya Sanctuary Noble, dan orang-orang Yahudi, menyebutnya Temple Mount.

Ketika orang-orang Yahudi mengunjungi tempat itu selama libur keagamaan, ada sejumlah laporan – yang resmi dibantah- bahwa Israel berencana untuk mengubah aturan yang melarang kaum non-Muslim untuk berdoa di sana.

Namun di Hebron, ayah dari seorang remaja berusia 19 tahun yang melakukan aksi penusukan di Gush Etzion Junction mengatakan, putranya melakukan hal itu bukan semata-mata karena masalah agama.

Namun, ada hal lain yang membuatnya terdorong untuk melakukan aksi itu.

Dia melihat para penyerang muda Palestina dan para terduga penyerangan lainnya dibunuh oleh tentara Israel dan tenggelam ke dalam siklus kekerasan.

"Situasi di Hebron sangat sulit pada waktu itu," kata Nadi Abu Chkhaidem.

"Izz al-Din selalu mengikuti berbagai peristiwa di Facebook."
"Banyak orang ditembak mati di pos pemeriksaan, termasuk gadis-gadis ini. Hal ini meluapkan kemarahan dari para pemuda kami. Mereka pergi untuk membalasnya-untuk al-Aqsa, untuk tanah kelahiran mereka, dan untuk segalanya," tegas Nadi.

Tembaki
Di sebuah pemukiman dekat persimpangan, Alon Shvut, putra-putra Yaakov Don memimpin doa berkabung di rumah ibadah mereka. Guru yang dikenal dengan senyumnya yang lebar itu, dibunuh November lalu.

Seorang pria bersenjata Palestina menembaki mobil-mobil yang melaju ke bundaran. Dia juga menembak mati seorang mahasiswa Amerika Serikat dan seorang sopir Palestina.

"Dia bahkan tidak menyesal telah membunuh orang Palestina sendiri," kata Maor Don, kerabat korban.
"Orang-orang ini sangat diliputi kebencian. Mereka hanya ingin membunuh dan tidak ingin ada perdamaian sama sekali," sambung dia.

Meski mereka didera pengalaman yang mengerikan, keluarga Don bertekad untuk terus tinggal di Gush Etzion.

"Sangat penting untuk tinggal di sini," kata Maor.
"Secara historis ini adalah tempat yang sangat penting bagi orang-orang Yahudi," sambungnya.

Pada awal abad ke 20, orang-orang Yahudi membeli tanah di kawasan ini. Namun, dalam pertempuran dengan tentara Arab pada tahun 1948, mereka dipaksa keluar atau dibunuh.

Setelah Israel merebut Tepi Barat dalam perang tahun 1967, orang-orang Yahudi kembali.
Mereka mendirikan permukiman dan dipandang sebagai sesuatu yang sesuai dengan hukum internasional. Namun Pemerintah Israel tidak menyetujuinya.

Kini, luas wilayah Gush Etzion 30 kali lebih luas dari catatan sejarah. Banyaknya warga Palestina yang menghuni wilayah permukiman itu menyebabkan kebencian yang mendalam.

Namun pada saat yang sama, sebanyak 4.500 warga Palestina bekerja di Gush Etzion. Ini adalah bentuk hubungan ekonomi yang tidak mudah, banyak orang Israel memandang hal ini sebagai model hidup berdampingan.

Berbeda
Di sebuah desa di Palestina, Khirbet Zakarya, yang ditempati banyak permukiman, ada perspektif yang berbeda.

"Ini sulit," kata Mohammed Saad, seorang petani.

"Israel melarang kami untuk membangun dan kami sudah kehilangan beberapa tanah. Panen kami tidak cukup, jadi kami harus bekerja di permukiman untuk membesarkan anak-anak kami." kata dia sambil memangkas anggur-anggur.
Sejak terjadi kerusuhan baru-baru ini, pembatasan keamanan baru diterapkan di Gush Etzion Junction, dan semua itu tentu berdampak pada kehidupan di sana.
"Kami sekarang terisolasi," kata Mohammed, warga setempat.
"Ada sebuah pos pemeriksaan baru dan hanya orang-orang yang memiliki kartu identitas yang dapat memasuki wilayah Khirbet Zkarya," sambungnya.

Di kawasan bundaran ini para penghuni setempat dilindungi oleh prajurit-prajurit bersenjata lengkap. Bagi mereka, tempat ini merupakan simbol dari bahaya yang mereka hadapi setiap hari.

Sementara, bagi warga Palestina, hal itu menggambarkan pendudukan Israel. "Dan saya berharap lebih banyak berita buruk dari Gush Etzion Junction," kata Mohammed.
Paska keruntuhan Khilafah Utsmani, Palestina seakan tanah tanpa negara dan Inggris pun mengirim ribuan Yahudi untuk merampas tanah Palestina hingga saat ini. Yahudi mendirikan negara Israel yang dilindungi penuh oleh AS, eropa dan para raja arab (kompas/kabarduniamiliter)
Pin It!

Post Comment

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top