Media Resmi Islamic State berbahasa melayu (alazzammedia) melaporkan bahwa 5 tentara IS asal indonesia telah syahid saat bertempur melawan Peshmerga di Gunung Sinjar. Berikut liputannya:
Syahid adalah sebuah kenikmatan dari Allah ‘azza wa jalla yang diberikan kepada hamba-Nya. Siapa yang tidak menginginkan syahid ? semua muslim pasti ingin mendapatkan penutup umur yang baik atau Khusnul Khotimah terutama Syahid di jalan Allah.
Baghkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menginginkan syahid dan akhirnya Allah mengabulkan doa beliau dan meninggal dalam keadaan syahid.
Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin terbunuh di jalan Allah kemudian dihidupkan kembali, kemudian terbunuh kemudian dihidupkan lagi, kemudian terbunuh kemudian dihidupkan lagi kemudian terbunuh. (HR Al-Bukhari : 2797)
Suatu ketika Rasulullah Saw bertanya kepada sahabatnya, Jabir bin Abdullah. Jabir adalah putra dari Abdullah bin Amr, salah satu sahabat dan tentara kaum Muslimin dalam Perang Uhud yang gugur menjadi syuhada.
“Maukah engkau aku beri kabar gembira hai Jabir?, tanya Rasulullah kepada Jabir. Atas ucapan Rasulullah itu Jabir menjawab, ‘Mau, wahai Rasulullah.’ Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ayahmu yang gugur di Uhud dihidupkan Allah Azza wa Jalla kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Hai Abdullah bin Amr, apa yang engkau inginkan untuk Aku kerjakan untukmu?’ Ayahmu menjawab, ‘Tuhanku, aku ingin Engkau mengembalikanku ke dunia agar aku bisa berjuang di jalan-Mu kemudian terbunuh sekali lagi.”
Orang yg mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yg besar, dihiasi dgn perhiasan iman, dikawinkan dgn bidadari & dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya. (HR. Ibnu Majah No.2789)
Berikut adalah sebuah kisah yang dirilis oleh media resmi Khilafah Azzam Media Jum’at (27/3):
Kisah lima Junud Khilafah dari Indonesia dan Malaysia yang menulis sejarahnya dengan tinta emas, sebagai bagian dari kafilah syuhada di bumi Daulah Islam yang berbarokah. Adalah Abu Jariir al Malaysiy, Abu Saif al Indunisiy, Zain al Indunisiy, Abu Yusuf al Indunisiy, dan Abu Hudzaifah al Indunisiy, kelimanya gugur syahid dalam sebuah operasi pertempuran di Gunung Sinjar belum lama ini.
“InsyaAllah besok! Ya, InsyaAllah besok kita akan meminang bidadari di puncak Jabal sinjar!!” [Quotes Asy Syahid -kama nahsabuh- Abu Yusuf al Indunisiy -taqobbalahullah-]
Waktu itu Subuh hari, fajar telah menyingsing. Usai ikhwah-ikhwah Mujahidin menunaikan sholat, seraya berdo’a kepada Rabb-nya agar menurunkan keberkahan dalam operasi jihad ini, mereka segera bergegas menaiki gunung Sinjar yang terjal dengan jumlah tak lebih dari 30 orang saja, menyerbu basis militer musuh di puncak yang dikawal oleh ratusan personel tentara Salibis Peshmerga.
Kala itu, Ikhwah-ikhwah Junud Khilafah asal Nusantara menjadi ujung tombak kekuatan Mujahidin, seiring dengan posisi mereka yang paling terdepan dalam operasi penyerbuan.
Junud Khilafah menempati posisi masing-masing, bersiap melancarkan serangan terhadap pasukan Salibis Peshmerga
Zain al Indunisiy -taqobbalahullah-, dia yang pertama kali merengkuh gelar syuhada’, dihantam tembakan mortar musuh di sampingnya.
Disusul dengan Abu Yusuf al Indunisiy yang berada kurang dari tujuh meter di belakangnya. Ia syahid oleh tembakan musuh yang menembak membabi buta lantaran rasa takutnya yang amat sangat menyaksikan kecepatan lari Abu Yusuf melewati bebatuan dan kerikil tajam puncak Sinjar. Satu peluru musuh menembus kakinya, disusul dengan sejumlah peluru lain, yang kemudian membakar rompi magasin miliknya. Granat yang dibawanya meledak akibat panasnya api yang membakar bajunya. Alhamdulillah, menurut kesaksian salah seorang Ikhwah yang saat itu disisinya, Abu Yusuf sudah syahid terlebih dahulu sebelum granat yang berada di rompinya meletup.
Aksi berani dua Ikhwah asal Nusantara itu tak sia-sia, Mujahidin Daulah di belakang mereka berhasil maju ke depan menempati posisi yang mengunci mati musuh, mengepung total basis Peshmerga dari semua sudut.
Musuh terkepung selama hampir beberapa jam, hingga akhirnya sifat pengecut mereka mulai muncul. Mereka kerahkan pesawat-pesawat koalisi Salibis yang segera saja beraksi di atas kepala-kepala Mujahidin.
Sang Komandan Mujahidin yang memimpin penyerangan kala itu akhirnya memutuskan untuk menghentikan operasi sejenak. Tak dinyana, tiga orang Ikhwah Mujahid dari Indonesia dan Malaysia terjebak di antara kepungan musuh. Saking semangat dan beraninya mereka, ketiganya bergerak maju terlalu jauh dari ikhwah-ikhwah Mujahid di belakang.
Mendengar kabar itu, bangunlah dua singa pemberani, Abu Jariir dari Malaysia dan Abu Saif dari Indonesia, bersikeras untuk menolong ikhwah-ikhwah yang terjebak tersebut.
Abu Saif al Indunisiy mengawali, dengan sigap menenteng Kalashnikov-nya, langsung menembaki musuh dengan rentetan timah panas ke arah pos Peshmerga yang didiami Sniper musuh.
Tak ketinggalan Abu Jariir al Malaysiy melancarkan hal serupa, seraya berorasi di tengah-tengah Ikhwah Mujahidin, “Demi Allah, satu Ikhwan yang pergi berjihad lebih aku cintai daripada ribuan Ikhwan tapi enggan berjihad!”
Keberanian dan tekad baja duo Mujahid dari bumi Nusantara itu menjadi pemantik api semangat ikhwah-ikhwah Mujahidin lainnya dari Kazakhstan dan Rusia, mendorong mereka untuk ikut andil dalam misi penyelamatan waktu itu.
Maka bergeraklah mereka menyongsong terjangan peluru musuh. Namun Allah berkehendak lain, di tengah-tengah aksi perwira mereka, datang pesawat Salibis menghujamkan dua buah tembakan roket ke tanah.
Allahu Akbar! Mereka syahid di tempat. Abu Jariir, Abu Saif dan kawan-kawan lainnya, dihantam oleh roket kuffar yang atas kebesaran Allah tak menghancurkan jasad para syuhada’ tersebut, melainkan hanya membakar baju-baju mereka.
Yang lebih mengagumkan, sebagian diantaranya gugur syahid dalam keadaan bersujud, dan dengan jari telunjuk mengacung tegak menyatakan keesaan Allah.
“Demi Allah, satu Ikhwan yang pergi berjihad lebih aku cintai daripada ribuan Ikhwan tapi enggan berjihad!” [Asy Syahid –kama nahsabuh- Abu Jariir al Malaysiy –taqobbalahullah-]
Secara kasat mata, kita bisa menyatakan bahwa misi penyelamatan telah gagal, akan tetapi atas karunia Allah Ta’ala, usaha mereka yang jujur menyelamatkan Mujahidin di jalan Allah menjadi sebab musabab turunnya pertolongan atas mereka. Dua dari tiga Ikhwah yang terkepung berhasil menyelamatkan diri, sementara satu Ikhwah yang tak lain adalah Abu Hudzaifah al Indunisiy syahid -InsyaAllah- tertembus timah panas kuffar.
Kedua Ikhwah tersebut menjadi saksi hidup atas keberanian para Mujahid Nusantara yang gugur syahid untuk menyenangkan Allah dengan meninggikan kalimat Tauhid.
Allah menunjukkan karomahNya dalam kisah syuhada gunung Sinjar ini. Ceceran darah dan daging para syuhada’ yang berbau wangi, jasad mereka yang utuh, dan kesaksian seorang ikhwah yang melihat 5 kain selendang, sejumlah ikhwah Nusantara yang syahid, terbang dengan indah di atas langit-langit yang hitam oleh api pertempuran.
Dua orang Ikhwah Mujahid juga menceritakan, mereka bertemu dengan para syuhada’ di alam mimpi, mengabarkan dengan gembira ganjaran-ganjaran mati syahid yang mereka rasakan.
“Semalam aku memimpikan Abu Jariir, berteriak-teriak kegirangan padaku, ‘Akhi! Aku syahid! Aku syahid!’..”[Kesaksian seorang Ikhwah Muhajir dari Tunisia]
Junud Khilafah membombardir posisi musuh di Jabal Sinjar
Inilah Abu Jariir al Malaysiy, bak Handzolah, belum lama ia menikmati masa-masa indah pernikahannya, akan tetapi tatkala panggilan Jihad berkumandang, tak ragu ia segera campakkan dunia ke belakang, dan menyongsong tugasnya sebagai pelindung kaum Muslimin, menghalau gempuran kuffar dan para penindas umat.
Inilah Abu Saif al Indunisiy, pemuda pendiam, tak banyak bicara, karena dirinya sibuk dalam lantunan ayat al Qur’an dan panjat do’a agar Allah meninggikan Dien ini, mengangkat umat dari keterpurukan, dan memenangkan kecintaan terhadap akhirat di atas dirinya daripada hawa nafsu dan hal-hal keduniawian. Masih teringat dalam memori kami, saat ia mengutarakan cita-citanya untuk menjadi serang penembak meriam artilleri yang handal.
Inilah Abu Yusuf al Indunisiy, mujahid dengan gerak lari sangat cepat, membuat kagum banyak ikhwah Mujahidin. Salah seorang Junud Khilafah bercerita bagaimana semangatnya dia bersiap-siap mengangkat senjata menghadapi musuh-musuh Allah.
“Insya Allah besok! Ya, Insya Allah besok kita akan meminang bidadari di puncak Jabal sinjar!!” kata Abu Yusuf, satu hari sebelum pertempuran.
Ini dia Zain al Indunisiy, selama hidup di bumi Hijrah ini, tak lebih hanya 2 koin Lira Turki sisa ongkos perjalanannya, yang ia kantungi sebagai kenang-kenangan perjalanan. Pernah suatu ketika seorang ikhwah memberinya uang beberapa ribu Lira agar membeli keperluannya ke pasar, namun semuanya ia infaqkan untuk keperluan kaum Muslimin di Syam. “Cukup bagi saya makan yang bisa masuk ke perut, selebihnya tak perlu,” katanya.
Dan ini dia, Abu Hudzaifah al Indunisiy, seorang singa Mujahid yang lemah lembut, halus tutur katanya, sangat penyayang dengan ikhwan-ikhwan di sekitarnya melebihi rasa cintanya terhadap dirinya sendiri.
Allah azza wa jalla menjadikan orang-orang yang paling sholih dan jujur terhadap jihadnya untuk diberikan kenikmatan paling puncak diantara kenikmatan lainnya, yakni kenikmatan mati syahid, InsyaAllah.
Kita mendo’akan mereka dengan kebaikan dan harapan akhir hayat yang indah merengkuh kesyahidan.
Dari saudara-saudara kalian di Azzam Media untuk kaum Muslimin Nusantara tercinta.
Jangan lupakan Mujahidin di setiap doa’-do’a kalian yang sholih.
Divisi Media Khilafah Islamiyah Berbahasa Melayu