Presiden Joko Widodo resmi melantik Jenderal Polisi Badrodin Haiti sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jumat pagi (17/4).
Badrodin Haiti menggantikan posisi Jenderal Polisi Sutarman yang telah lebih dulu diberhentikan dengan hormat.
Pelantikan ini dilakukan setelah DPR secara bulat menyetujui pengajuan Badrodin Haiti sebagai Kapolri, dalam tes kelayakan dan disahkan sidang paripurna DPR sehari sebelumnya.
Ditemui usai pelantikan, Badrodin mengatakan akan memperbaiki kerjasama antar lembaga penegak hukum yang akhir-akhir ini tidak berjalan baik.
“Untuk yang terkait dengan kasus korupsi kita juga harus meningkatkan kerja sama yang dengan KPK, BPK, PPATK dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya," ujarnya.
Badrodin juga mengatakan akan meningkatkan soliditas internal kepolisian dan untuk itu ia akan melakukan konsolidasi dengan seluruh jajaran kepolisian.
Dilantiknya Badrodin sebagai Kapolri ini mengisi kekosongan pucuk pimpinan Polri yang selama tiga bulan ini lowong akibat dibatalkannya pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden.
“Kami dari komisi kepolisian nasional merasa lega, merasa plong atas dilantiknya Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Mngapa demikian, karena kita semua mengetahui selama tiga bulan itu terdapat gonjang-ganjing yang luar biasa terkait dengan kepemimpinan di kepolisian nasional," ujar kriminolog Adrianus Meliala yang juga anggota Komisi Kepolisian Nasional.
Sementara itu terkait adanya keinginan dari beberapa pihak yang menginginkan untuk posisi Wakapolri dijabat oleh Komjen Budi Gunawan, Badrodin Haiti menegaskan, hal itu sudah diatur mekanismenya melalui Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
"Ya itu kan bagian dari masukan saja, itu kan salah satu. Tapi pertimbangan-pertimbangan lain juga ada. Jadi tidak hanya dari beberapa masyarakat atau beberapa elemen. Dari internal juga harus kita perhatikan. Kita serahkan pada mekanisme Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri. Kalau misalnya persyaratannya memenuhi ya pasti lolos. Hampir seluruh bintang tiga memenuhi syarat. Tapi kita kan cari yang bisa kerjasama dengan Kapolri," ujarnya.
Badrodin Haiti sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Sejak 16 Januari 2015 Badrodin juga ditugaskan sebagai Wakapolri yang menjalankan tugas dan wewenang Kapolri setelah Presiden Jokowi memberhentikan Jenderal Sutarman yang memasuki masa pensiun.
Siapa Badrodin Haiti?
Bagaimana dengan Badrodin Haiti? Dalam catatan saya sendiri, nama Badrodin Haiti memang cenderung bermasalah di bidang HAM. Dua tahun lalu, di awal tahun 2013 silam, bahkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin bersama para perwakilan Ormas Islam lainnya, berbondong-bondong melabrak Kapolri saat itu Jenderal Polisi Timur Pradopo di Trunojoyo.
Pada kesempatan itu, rombongan ini membawa seperangkat Video Player di hadapan Timur Pradopo. Di hadapan Kapolri beserta jajaran, diperlihatkan sebuah Video Penyiksaan terhadap anak-anak muda di Poso, dengan penuh darah.
Aksi penyiksaan yang terjadi 22 Januari 2007 ini terekam kamera video, bahkan aksi penembakan terhadap anak-anak muda Poso pun, terekam jelas beserta suara para pelaku dan suara korban. Dengan kondisi bugil dan terborgol, anak-anak muda Poso ini disiksa dengan sangat keji dan. Dari operasi tersebut, terdapat 17 orang tewas, satu anak muda Poso ternyata masih hidup.
Siane Indriyani, Ketua Tim Tindak Pidana Terorisme KOMNAS HAM kepada saya mengakui bahwa Badrodin Haiti memang yang harus bertanggungjawab atas peristiwa sadis itu. Selain dinyatakan sebagai pimpinan yang diduga memerintahkan 700 polisi untuk melakukan operasi represif, Badrodin Haiti yang saat peristiwa kekejaman itu menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah, dianggap masih memiliki hutang yang belum terselesaikan.
Hingga hari ini, Komnas HAM terus melakukan langkah-langkah besar untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena ada dugaan pelanggaran HAM berat yang diduga melibatkan Calon Kapolri Badrodin Haiti.
Dari catatan di atas, penting kiranya Jokowi memanfaatkan informasi tersebut sebagai early warning bahwa satu-satunya Calon Kapolri yang diajukan ke DPR untuk disetujui, selain memiliki catatan rekening gendut, ternyata juga memiliki catatan buruk dugaan pelanggaran HAM.
Sebagai bukti pemenuhan janji dan semangat Jokowi-JK dalam menghormati HAM yang digembar-gemborkan dalam Debat Capres 2014 silam, sebaiknya pasangan yang kini sudah menjadi Presiden dan Wakil Presiden ini, kembali mempertimbangkan untuk menghindari Calon Kapolri pelanggar HAM.
# Salam MUSTOFA B. NAHRAWARDAYA – Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) – Angggota TPF Kematian Alda Risma 2006-2007 – Aktifis Muhammadiyah Kantor Pusat Jakarta. Dikirim kepada
Panjimas.commelalui surat elektronik pada Kamis 19 Februari 2015.
[GA]