Tajuk

Lokal

Islam

Barat

Timur

Like Us

Sejarah

Anggaran Militer AS Naik Empat Kali Lipat, Rusia Bereaksi

Moskow bereaksi dengan manuver anggaran Pentagon Amerika Serikat (AS) yang gila-gilaan pada 2017 untuk menghadapi Rusia. Total anggaran Pentagon disebut akan mencapai USD582,7 miliar atau empat kali lipat dari anggaran tahun sebelumnya.

Anggaran Pentagon itu untuk memperkuat pasukan AS di Eropa. Rusia bersumpah akan mengambil langkah-langkah untuk mengimbangi peningkatan kehadiran militer AS di Eropa.

Langkah-langkah simetris tidak mungkin, mengingat sejumlah besar uang mitra Amerika dialokasikan untuk tujuan ini. Tahun depan mereka bermaksud untuk mengalokasikan (anggaran) empat kali lebih dari sekarang,” kata Kepala Kerjasama Eropa Departemen Luar Negeri Rusia, Andrey Kelin, kepada RIA Novosti.

Kami akan melakukan langkah-langkah kompensasi untuk menjaga keseimbangan militer strategis yang normal,” ujar pejabat Rusia itu.

Kepala Pentagon, Ashton Carter, hari Rabu lalu mengkonfirmasi anggaran besar Pentagon untuk 2017, yang salah satunya untuk mengantisipasi Rusia karena dicurigai akan melakukan agresi terhadap sekutu-sekutu NATO di Eropa Timur.

Kami memperkuat postur kami di Eropa untuk mendukung sekutu NATO kami dalam menghadapi agresi Rusia,” kata Carter. ”Itu akan mendanai banyak hal. Rotasi pasukan AS di Eropa, pelatihan lebih banyak dengan sekutu kami dan perbaikan infrastruktur pendukung,” katanya lagi.

Berbicara di Economic Club of Washington, Carter mengatakan, pengajuan dana sebesar itu sejalan dengan kesepakatan Kongres tahun lalu, di mana Pentagon diminta fokus menghadapi lima tantangan besar AS. Kelima tantangan besar AS itu adalah Rusia, China, Korea Utara, Iran dan kekuatan paling mengancam AS yaitu Khilafah Islamiyyah (IS). (sindo/kabarduniamiliter)

Bersama AS. Saudi Akan Ikut Gempur IS

Militer Kerajaan Arab Saudi menyatakan siap meluncurkan perang darat di Suriah untuk memerangi Khilafah Islamiyyah atau Islamic State (IS). Saudi akan bergabung dengan dengan Amerika Serikat (AS) yang memimpin koalisi internasional anti-IS.

Kesediaan Saudi untuk menginvasi Suriah itu disampaikan juru bicara militer Saudi, Brigadir Jenderal Ahmed Asseri dalam siaran televisi Al Arabiya, semalam.

Kerajaan ini siap untuk berpartisipasi dalam operasi darat, bahwa koalisi (anti-IS) mungkin setuju untuk melaksanakannya di Suriah,” katanya. Asseri juga dikenal sebagai juru bicara koalisi Teluk yang dipimpin Arab Saudi untuk operasi militer di Yaman.

Jika ada konsensus dari pimpinan koalisi, Kerajaan (Arab Saudi) bersedia untuk berpartisipasi dalam upaya ini, karena kami percaya bahwa operasi udara bukan merupakan solusi yang ideal dan harus ada campuran ganda operasi udara dan darat,” ujar Asseri.

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby, mengapresiasi kesediaan anggota koalisi AS untuk memerangi Islamic State (IS). Tapi, dia enggan berkomentar soal keinginan Saudi meluncurkan perang darat di Suriah.

Saya tidak ingin berkomentar secara khusus mengenai ini, sampai kami punya kesempatan untuk meninjau itu,” ucap Kirby.

Koalisi anti-IS yang dipimpin AS telah melakukan serangan udara di Suriah sejak pertengahan 2014. Selama operasi militer, Presiden AS; Barack Obama telah berulang kali menyatakan bahwa tidak akan ada tentara darat AS yang beroperasi di Suriah. (sindo/kabarduniamiliter)

Melihat Kepolisian di Ibu Kota Khilafah

Islamic State atau Khilafah selama ini terkenal dengan ketangguhan militernya, namun sebenarnya bukan hanya militer kegiatannya. Sebagai negara baru yang menguasai sebagian besar Suriah dan Irak, IS juga harus mengatur ketertiban masyarakat yang tinggal di wilayahnya. 

IS memiliki satuan polisi yang bertugas menjaga keamanan warganya dan menghindarkan warga dari perselisihan. Polisi IS tentu berbeda dengan polisi di negara sekuler, tampak mereka tetap berjenggot lebat dan menggunakan seragam militer.

Berikut beberapa foto kepolisian di ibu kota IS, yaitu Raqqah.







Melanggar Lagi, Rusia Masih Gak Mau Ngaku

Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan sebuah pesawat tempur Rusia Su-34 memasuki wilayah udara Turki hari Jum’at (29/1) sekitar jam 09.45 UTC, meskipun pejabat-pejabat Turki dan NATO mengatakan telah memberi peringatan berulangkali.
Presiden Turki mengingatkan Rusia akan menanggung “konsekuensi” jika terus melakukan pelanggaran semacam itu, dan menyebut tindakan Rusia itu “tidak bertanggungjawab.” Pemimpin Turki itu berbicara kepada wartawan di bandara Istanbul ketika ia akan terbang ke Amerika Latin.
Pemerintah Turki mengatakan dengan memanggil Duta Besar Rusia di Ankara untuk menyampaikan protest.
Di Moskow, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan “tidak ada pelanggaran apapun” yag dilakukan pesawat-pesawat tempur Rusia terhadap wilayah udara Turki.
Sekjen NATO Jens Stoltenberg menyebut masuknya pesawat tempur Rusia ke wilayah udara Turki itu merupakan tindakan “berbahaya” dan memastikan kembali solidaritas aliansi itu dengan Turki, sebagai anggota NATO. “Saya menyerukan kepada Rusia untuk bertindak secara bertanggungjawab dan menghormati sepenuhnya wilayah udara NATO. Rusia harus mengambil seluruh langkah yang diperlukan untuk memastikan supaya pelanggaran serupa tidak terjadi lagi”, demikian pernyataan tertulis Stoltenberg hari Sabtu. [em/voa/kabarduniamiliter]

Lebih 2000 Ibu Hamil di Kolombia Terserang Virus Zika

Menurut sejumlah dokter, Zika bisa dikaitkan dengan cacat lahir seperti kerusakan otak pada bayi baru lahir dan bisa menimbulkan kelumpuhan sementara.
Pihak berwenang di sejumlah negara Asia telah menasehatkan mereka yang ingin melakukan perjalanan, khususnya ibu hamil, untuk menghindari perjalanan ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Mereka meminta orang yang datang atau kembali dari daerah-daerah itu dan menunjukkan gejala-gejala seperti demam atau ruam untuk segera melapor ke klinik-klinik kesehatan. Dokter juga diharuskan segera melaporkan dugaan kasus Zika.
Sementara itu Institut Kesehatan Nasional Kolombia mengatakan negara itu telah mencatat 20.297 kasus penularan Zika, termasuk pada 2.116 ibu hamil. Dalam pernyataan yang dirilis hari Sabtu (30/1), institut itu merekomendasikan pasangan-pasangan untuk menunda kehamilan hingga 6-8 bulan.
Angka terbaru yang dilaporkan dalam bulletin epidemiologis institute itu akan menjadikan Kolombia sebagai negara kedua yang paling terkena dampak virus Zika di kawasan itu, setelah Brazil.
Di tengah wabah Zika, Presiden Amerika dan Brazil telah menyepakati “perlunya upaya kerjasama” untuk mengatasi penyebaran virus itu.
Setelah kedua pemimpin berbicara hari Jum’at lalu (29/1), Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Barack Obama dan Dilma Roussef mengakui perlunya kerjasama “untuk memperdalam pengetahuan, memajukan penelitian dan menyeleraskan upaya mengembangkan vaksin yang lebih baik dan teknologi lain guna mengendalikan virus tersebut.”
Badan Kesehatan Sedunia WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular CDC dan Organisasi Kesehatan Pan-Amerikca mengingatkan bahwa virus Zika menyebar sangat cepat di seluruh Amerika dan bisa menimbulkan dampak pada empat juta orang.
Untuk sementara waktu ini virus Zika dikaitkan dengan 4.000 dugaan kasus microcpehaly di Brazil, yaitu suatu kondisi bayi lahir dengan ukuran kepala dan otak yang kecil. Belum ada pengobatan bagi microcephaly atau virus Zika ini. [em/voa/kabarduniamiliter]

Top