Staf Kepresidenan Yaman menyatakan, Rabu (21/1/2015), pemberontak Syiah Houthi menjadikan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi sebagai tawanan setelah menduduki istana kepresidenan. PBB mengecam serangan itu dan tetap mengakui Hadi sebagai otoritas yang sah.
Mengutip staf kepresidenan Yaman, kantor berita Associated Press melaporkan, pemberontak Syiah Houthi menahan Presiden Hadi sebagai tawanan. ”Dia tidak bisa meninggalkan kediamannya,” kata staf kepresidenan itu.
Kelompok Houthi, yang beraliran Syiah (salah satu aliran sesat dalam Islam) dan bermitra dengan Negara Syiah Iran, mengambil alih pengamanan kediaman Presiden Hadi. Situasi di Sana’a terus memburuk menyusul pertempuran dua hari di ibu kota Yaman itu.
Pemberontak Syiah Houthi membantah tuduhan bahwa mereka menggulingkan kekuasaan Hadi. Namun, mereka hampir menguasai Sana’a setelah memenangi kontak senjata dan perang artileri, beberapa hari terakhir.
Selasa lalu, milisi Syiah Houthi mengalahkan pasukan pengamanan Presiden dalam kontak senjata di kompleks kediaman Presiden. Laporan yang dikutip reporter Al Jazeera menyebutkan, pasukan pengamanan Presiden Yaman juga mendapat serangan dari para penembak jitu.
Setelah pasukannya menguasai kediaman presiden, Selasa malam, pemimpin Syiah Houthi Abdel-Malek al-Houthi dalam pidatonya di televisi mengancam bakal mengambil tindakan-tindakan lebih lanjut jika Hadi tidak memenuhi tuntutannya untuk mengubah konstitusi yang memaksa memperkuat posisi Syiah Houthi di Yaman.
Rabu pagi, dilengkapi kendaraan lapis baja, milisi Syiah Houthi telah mengambil alih pengamanan kediaman Hadi. ”Presiden Hadi masih di rumahnya. Tidak ada masalah, dia bisa pergi,” kata Mohammed al-Bukhaiti, anggota politbiro Houthi, kepada Reuters.
Yaman, negeri berpenduduk 25 juta jiwa yang jatuh miskin, terkoyak pergolakan kelompok Syiah, konflik separatis, perang sektarian, dan krisis ekonomi selama bertahun-tahun. Peristiwa Musim Semi Arab 2011, yang berdampak lengsernya Presiden Ali Abdullah Saleh membuat kekacauan di Yaman makin parah.
Houthi, kelompok pemberontak beranggotakan minoritas Syiah yang pernah 1.000 tahun memimpin kerajaan di Yaman hingga 1962 menyerbu Sana’a, September lalu.
Kelompok itu dikenal luas sebagai mitra Iran dalam berebut pengaruh di kawasan, menghadapi Arab Saudi.
Pidato Abdel-Malek memperlihatkan, gerakan yang dipimpinnya saat ini praktis mengontrol Yaman. Koran Al Masdar menyebut Abdel-Malek sebagai ”Presiden-nya Presiden”.
Sesuai kesepakatan, kelompok Syiah Houthi pimpinannya mendapat peran di seluruh lembaga militer dan badan sipil. Menteri Informasi Yaman Nadia al-Saqqaf menyebut, pertempuran di kediaman Presiden Hadi sebagai upaya menggulingkan pemerintah.
Protes atas pemberontakan Syiah Houthi, otoritas di Yaman selatan menutup bandar udara di Aden, kota kedua di Yaman, hingga waktu yang belum ditentukan.
Kemunculan Syiah Houthi di Yaman memunculkan kekhawatiran meluasnya kekacauan negeri itu. Dewan Keamanan PBB merilis pernyataan berisi kecaman atas kekerasan serta ungkapan keprihatinan pada ”krisis politik dan keamanan yang memburuk”.
DK PBB tetap mengakui Presiden Hadi sebagai ”otoritas yang sah”. Mereka menyerukan semua pihak agar kembali dan menerapkan secara penuh Kesepakatan Perdamaian dan Kerja Sama Nasional (PNPA), yang disepakati pada September lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon meminta agar pertempuran dihentikan secepatnya. (AP/AFP/REUTERS/SAM/Kompas/IDM)
Post Comment
Tidak ada komentar: