Seorang polisi keturunan Arab dan mengaku muslim mendapat kenaikan pangkat hingga mencapai level tertinggi yang pernah dicapai suku Arab dalam kepolisian Israel.
Jamal Hakrush memulai pekerjaannya sebagai wakil komisioner setelah berbulan-bulan menangani kasus-kasus kekerasan antara warga Israel dan Palestina. Dia akan bertugas mengawasi komunitas Arab yang selama ini dianggap tidak percaya terhadap segala hal terkait kebijakan atau tindakan kepolisian Israel.
Seperlima dari populasi Israel adalah warga keturunan Arab dan mereka kerap mengeluh bahwa kawasan yang mereka tinggali tidak terawasi dengan baik polisi dan mendapatkan layanan publik yang lebih buruk.
Keluhan mereka didukung Human Rights Watch (HRW) yang sudah merilis beberapa laporan menyoroti diskriminasi yang dihadapi warga Arab Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Wakil Komisioner Hakrush berasal dari desa Kafr Kanna, Galilea, akan memimpin kesatuan polisi yang baru didirikan untuk meningkatkan layanan polisi di komunitas masyarakat Arab. Demikian dikabarkan harian The Times of Israel.
Hakrush dilantik secara resmi untuk posisi barunya pada Rabu (13/4/2016) dalam sebuah upacara yang dihadiri Komisioner Kepolisian Israel, Roni Alsheich.
Salah satu tanggung jawab utama Hakrush adalah untuk menghentikan peredaran senjata ilegal di kalangan komunitas warga keturunan Arab. Artinya beliau bertugas menghentikan perjuangan bangsanya sendiri.
Alsheich juga ingin Hakrush mengurangi kekerasan domestik, kasus pembunuhan dan berbagai kejahatan lain di wilayah warga keturunan Arab terhadap petugas keamanan Israel.
Dia dan pemerintah Israel ingin merekrut 1.300 petugas polisi baru dan mendirikan beberapa stasiun di pusat populasi Arab. Israel tentu senang ketika ada orang Arab dan mengaku muslim tapi bekerja untuk kepentingan negaranya.
Fenomena seperti ini memang terjadi dimana-mana, misalnya saat Indonesia dijajah belanda tidak sedikit pribumi yang justru bekerja demi kepentingan Belanda. Di Irak, AS membentuk milisi-milisi abal-abal untuk memerangi Islamic State. Begitu juga di Suriah, Libya, dan Yaman, Islamic State menyebut milisi pro penjajah ini dengan label "Sahawat", kalau dalam bahasa kita disebut "Centeng". (Kompas/kabarduniamiliter)
Post Comment
Tidak ada komentar: