Gedung Putih membantah klaim yang dibuat WikiLeaks, bahwa Badan Keamanan Nasional (NSA) menyadap ponsel Presiden Prancis, Francois Hollande.
Sebelumnya, dokumen yang dirilis oleh WikiLeaks, menyatakan NSA menyadap komunikasi telepon tiga Presiden Prancis, yakni Presiden Jacques Chirac (1995-2007), kemudian penggantinya Presiden Nicolas Sarkozy (2007-2012) dan penerusnya, Presiden Francois Hollande (2012-sekarang).
”Kami tidak melakukan kegiatan pengawasan intelijen asing kecuali ada tujuan keamanan nasional yang spesifik dan divalidasi. Hal ini berlaku untuk warga biasa dan pemimpin dunia yang sama,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Ned Price, seperti dikutip IB Times, Rabu (24/6/2015).
“Kami tidak menargetkan dan tidak akan menargetkan komunikasi Presiden Hollande,” katanya lagi. Namun, Price menolak untuk mengkonfirmasi atau menyangkal apakah tuduhan memata-matai Presiden Jacques Chirac dan penggantinya Nicolas Sarkozy itu benar.
Price menegaskan bahwa dia tidak akan mengomentari tuduhan khusus pada intelijen. Prancis selama ini dikenal sebagai sekutu AS. Namun, jika dokumen WikiLeaks itu benar makan AS telah memata-matai sekutunya sendiri.
Dokumen berjudul “Espionnage Elysee” itu mencakup ringkasan dari percakapan antara pejabat pemerintah Prancis terkait krisis keuangan global hingga krisis utang Yunani.
Tuduhan AS memata-matai sekutunya bukan sekali ini saja. Beberapa bulan lalu, NSA dituduh menyadap ponsel Kanselir Jerman, Angela Merkel. Tuduhan kala itu muncul dari bocoran dokumen whistleblower NSA, Edward Snowden. Tuduhan itu bahkan sempat membuat hubungan AS dan Jerman tegang.
(mas/sindo/infoduniamiliter)
Post Comment
Tidak ada komentar: