Pemerintah Libya meminta PBB mengizinkan negeri itu mengimpor 150 tank, 24 jet tempur, tujuh helikopter serbu, puluhan ribu senapan serbu, peluncur granat dan jutaan peluru dari Ukraina, Serbia dan Ceko.
Permintaan tertulis itu disampaikan kepada komite DK PBB yang mengawasi embargo senjata yang dijatuhkan kepada negara Afrika Utara itu.
Pemerintah Libya mengatakan persenjataan dalam jumlah besar dibutuhkan untuk memperkuat angkatan bersenjata dalam menghadapi berkembangnya Negara Islam (IS) dan menjaga perbatasannya. IS kini memiliki kekuasaan yang luas di Libya setelah pejuang lokal memberikan sumpah setia kepada Khalifah IS.
Jika ke-15 negara anggota komite pengawasan embargo DK PBB menganggap permintaan Libya itu bisa dilaksanakan maka persetujuan akan diberikan pada Senin pekan depan. Dua kubu pemerintahan yang sama-sama memiliki angkatan bersenjata yang cukup signifikan bersaing untuk mengendalikan Libya, empat tahun setelah tergulingnya Moammar Khadaffy.
Perseteruan kedua kubu ini membuat islamis mengambil kesempatan untuk masuk dan berkembang di negeri penghasil minyak itu. Pada Rabu (4/3/2015), utusan khusus PBB Bernardino Leon memperingatkan DK PBB bahwa IS akan terus berusaha memperkuat posisinya di Libya.
"Komunitas internasional harus bergerak cepat untuk menetapkan strategi untuk mendukung Libya serta upaya pemerintahan bersatu dalam memerangi berkembangnya ancaman jihadis" ujar Leon.
Dalam laporan terbaru, tim pengawas sanksi PBB mengatakan pemerintah Libya membutuhkan angkatan laut internasional untuk membantu negeri itu menghentikan penjualan minyak ilegal dan penyelundupan senjata api.
Didukung Mesir, Libya menyerukan agar embargo senjata yang diberlakukan untuk negeri itu dicabut. Sejak embargo diberlakukan pada 2011, pemerintah Libya hanya bisa mengimpor senjata dengan persetujuan komisi yang mengawasi embargo itu.
Komite pengawas sudah cukup lama mendesak Libya agar meningkatkan pengawasan atas persenjataannya terkait kekhawatiran senjata yang seharusnya untuk negara dialihkan kepada jihadis yang berbahaya bagi kepentingan barat. (Tribun/infoduniamiliter.com)
Post Comment
Tidak ada komentar: